Alhamdulillah, Himpunan Ahlussunnah untuk Masyarakat Islami (HASMI) wilayah Tangerang kembali sukses menyalenggarakan Kajian Umum Syarah Kitab Riyadhus Sholihin karya Imam An-Nawawi Asy-Syafi’i pada hari Ahad, 26 Januari 2020 di Masjid Asy-Syaharan, Sukamulya-Cikupa-Tangerang. Kajian kali ini membahas tentang Riya’ Perusak Amal diambil dari Bab 288 Kitab Riyadhus Sholihin yang dipaparkan oleh Ustadz Deden Wahyudin, Lc. Al Ustadz Deden mengingatkan kepada kita tentang begitu bahayanya riya’ terhadap amal ibadah kita.

Hukum riya ada dua jenis. Riya pertama hukumnya syirik akbar (besar). Riya ini terjadi apabila seseorang melakukan seluruh amalan agar dilihat oleh manusia, dan tidak mengharap sedikitpun pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala. Orang tersebut mempunyai maksud agar bisa bebas hidup dengan kaum muslimin, jaga darah dan hartanya. Perbuatan ini dimiliki oleh orang-orang yang munafik. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat an-nisa ayat 142

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali” [An-Nisa/4 : 142]

Yang kedua adalah riya yang kadang menimpa seorang yang beriman. Sifat riya kadang menimpa dan muncul pada sebagian amal ibadah seseorang. Seseorang yang beramal karena Allah subhanahu wa ta’ala dan juga diniatkan agar dilihat oleh manusia. Riya jenis ini merupakan suatu perbuatan syirik ashghar atau kecil.

Maka hukum riya adalah syirik ashghar (kecil). Akan tetapi riya bisa berubah hukumnya menjadi syirik akbar (besar) ketika dalam keadaaan berikut :

1. Apabila seseorang riya kepada manusia dalam pokok keimanan. Contohnya seseorang yang menampakan pribadinya di hadapan manusia bahwa dia seorang mukmin tujuannya untuk menjaga harta dan darahnya.

2. Apabila riya dan sum’ah menguasai seluruh amalan seseorang.

3. Apabila tujuan dunia lebih dominan dibandingkan dengan amalannya untuk mengharap wajah Allah subhanahu wa ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan menimpa kalian adalah syirkul ashghar (syirik kecil).” Maka para shahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirkul ashghar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,“Ar-riya’.” [7]

HR. Ahmad no. 27742.